Jakarta, Jika ibu sedang berbadan dua, usahakan untuk tetap aktif ya. Apalagi, jika dokter mengatakan kondisi Bunda serta si kecil baik-baik saja. Sebab, jarang gerak saat hamil berpengaruh buruk bagi ibu maupun bayinya.
Studi yang dilakukan ahli maternitas di Swedish Medical Center, Seattle, Tanya Sorensen, MD, menunjukkan bahwa jarang bergerak berkaitan dengan risiko hipertensi dan diabetes gestasional yang dialami ibu. Selain itu, varises dan penggumpalan darah juga berkaitan dengan terlalu banyak duduk saat hamil.
"Terutama untuk wanita yang bekerja kantoran, mereka akan banyak duduk saat di meja kerja. Usahakan untuk tetap bergerak misalnya memperbanyak jalan atau menggunakan tangga. Asalkan kehamilan Anda sudah dinyatakan aman dan tak bermasalah oleh dokter," tutur Sorensen.
Apalagi, semakin bertambahnya usia kehamilan membuat ibu lebih sering buang air kecil. Nah, 'rutinitas' baru ini menurut Sorensen bisa dijadikan kesempatan untuk memperbanyak gerak. Jika mampu, lakukan olahraga ringan setiap hari, atau berenang di kala akhir pekan.
Nah, baru-baru ini, peneliti dari Warwick Medical School, University of Warwick menemukan bahwa ibu yanh mengalami depresi lebih malas begerak selama trimester kedua kehamilannya. Untuk itu, ketua peneliti, Nithya Sukumar, MD, merekomendasikan agar kesehatan mental ibu bisa dipantau selama mengandung.
"Jarang bergerak juga berisiko menambah berat badan ibu yang mana bisa berakibat buruk bagi si anak atau ibunya. Untuk itu, mendorong ibu hamil agar lebih aktif perlu dilakukan," tutur Sukumar, dikutip dari Fit Pregnancy.
Peneliti lain, Ponnusamy Saravanan, MD menekankan ia dan timnya percaya bahwa dengan mengurangi jam duduk pada ibu atau dengan kata lain ibu hamil bisa lebih banyak bergerak, bisa mengurangi risiko si ibu terkena diabetes gestasional dan risiko gangguan metabolik pada bayi.
Sementara, menanggapi studi yang dilakukan Sukumar dan timnya, Sorensen mengatakan perlu ditelaah lebih jelas lagi hubungan sebab akibat depresi dengan kurang aktifnya ibu hamil. Ia mengatakan, ketika ibu hamil amat jarang bergerak, ia tidak mendapat hormon endorfin.
"Untuk itulah setiap orang berolahraga, setelahnya mereka akan lebih baik. Atau, ada hubungan ketika ibu depresi ia tidak memiliki cukup energi hingga akhirnya jarang bergerak. Maka dari itu, hubungan sebab-akibat ini mesti diperjelas lagi," kata Sorensen.(rdn/vit)
Sumber: health.detik.com
Studi yang dilakukan ahli maternitas di Swedish Medical Center, Seattle, Tanya Sorensen, MD, menunjukkan bahwa jarang bergerak berkaitan dengan risiko hipertensi dan diabetes gestasional yang dialami ibu. Selain itu, varises dan penggumpalan darah juga berkaitan dengan terlalu banyak duduk saat hamil.
"Terutama untuk wanita yang bekerja kantoran, mereka akan banyak duduk saat di meja kerja. Usahakan untuk tetap bergerak misalnya memperbanyak jalan atau menggunakan tangga. Asalkan kehamilan Anda sudah dinyatakan aman dan tak bermasalah oleh dokter," tutur Sorensen.
Apalagi, semakin bertambahnya usia kehamilan membuat ibu lebih sering buang air kecil. Nah, 'rutinitas' baru ini menurut Sorensen bisa dijadikan kesempatan untuk memperbanyak gerak. Jika mampu, lakukan olahraga ringan setiap hari, atau berenang di kala akhir pekan.
Nah, baru-baru ini, peneliti dari Warwick Medical School, University of Warwick menemukan bahwa ibu yanh mengalami depresi lebih malas begerak selama trimester kedua kehamilannya. Untuk itu, ketua peneliti, Nithya Sukumar, MD, merekomendasikan agar kesehatan mental ibu bisa dipantau selama mengandung.
"Jarang bergerak juga berisiko menambah berat badan ibu yang mana bisa berakibat buruk bagi si anak atau ibunya. Untuk itu, mendorong ibu hamil agar lebih aktif perlu dilakukan," tutur Sukumar, dikutip dari Fit Pregnancy.
Peneliti lain, Ponnusamy Saravanan, MD menekankan ia dan timnya percaya bahwa dengan mengurangi jam duduk pada ibu atau dengan kata lain ibu hamil bisa lebih banyak bergerak, bisa mengurangi risiko si ibu terkena diabetes gestasional dan risiko gangguan metabolik pada bayi.
Sementara, menanggapi studi yang dilakukan Sukumar dan timnya, Sorensen mengatakan perlu ditelaah lebih jelas lagi hubungan sebab akibat depresi dengan kurang aktifnya ibu hamil. Ia mengatakan, ketika ibu hamil amat jarang bergerak, ia tidak mendapat hormon endorfin.
"Untuk itulah setiap orang berolahraga, setelahnya mereka akan lebih baik. Atau, ada hubungan ketika ibu depresi ia tidak memiliki cukup energi hingga akhirnya jarang bergerak. Maka dari itu, hubungan sebab-akibat ini mesti diperjelas lagi," kata Sorensen.(rdn/vit)
No comments:
Post a Comment