Protein (akar kata protos dari bahasa
Yunani yang
berarti "yang paling utama") adalah senyawa
organik
kompleks berbobot molekul tinggi yang merupakan polimer dari monomer-monomer asam amino yang dihubungkan satu sama lain dengan ikatan peptida.
Molekul protein mengandung karbon, hidrogen, oksigen, nitrogen dan kadang sulfur serta fosfor. Protein merupakan salah satu bio-makromolekul yang
penting perananya dalam makhluk hidup.
Setiap sel dalam tubuh kita mengandung
protein, termasuk kulit, tulang, otot, kuku, rambut, air liur, darah, hormon,
dan enzim. Pada sebagian besar jaringan tubuh, protein merupakan komponen
terbesar kedua setelah air. Diperkirakan 50% berat kering sel dalam jaringan
hati dan daging terdiri dari protein. Sedangkan dalam tenunan daging segar
sekitar 20%. Protein ditemukan dalam berbagai jenis bahan makanan, mulai dari
kacang-kacangan, biji-bijian, daging unggas, seafood, daging ternak, sampai
produk susu. Buah dan sayuran memberikan sedikit protein.
Pemilihan sumber
protein ini harus bijaksana, karena banyak makanan yang tinggi protein juga
tinggi lemak dan kolesterol. Fungsi dari protein itu sendiri secara garis besar
dapat dibagi ke dalam dua kelompok besar, yaitu sebagai bahan struktural dan
sebagai mesin yang bekerja pada tingkat molekular. Beberapa protein struktural,
fibrous protein, berfungsi sebagai pelindung, sebagai contoh a dan
b-keratin yang terdapat pada kulit, rambut, dan kuku.
Sedangkan protein
struktural lain ada juga yang berfungsi sebagai perekat, seperti kolagen.
Protein dapat memerankan fungsi sebagai bahan struktural karena seperti halnya
polimer lain, protein memiliki rantai yang panjang dan juga dapat mengalami cross-linking
dan lain-lain.
Selain itu protein juga dapat berperan sebagai biokatalis untuk
reaksi-reaksi kimia dalam sistem makhluk hidup. Makromolekul ini mengendalikan
jalur dan waktu metabolisme yang kompleks untuk menjaga kelangsungan hidup
suatu organisma. Suatu sistem metabolisme akan terganggu apabila biokatalis
yang berperan di dalamnya mengalami kerusakan.
Tahap utama sintesis
protein
Tahap 1 : Aktivasi
asam amino
Tahap ini
terjadi di sitosol, bukan pada ribosom. Masing- masing dari 20 asam amino
diikat secara kovalen dengan suatu RNA pemindah spesifik dengan memanfaatkan
energi ATP. Reaksi ini dikatalisis oleh enzim pengaktif yang memerlukan Mg2+
sebagai kofaktor yang masing- masing spesifik bagi satu asam amino dan bagi
tRNA-nya.
Tahap 2 : Inisiasi
Rantai Polipeptida
RNA pembawa
pesan yang membawa sandi bagi polipeptida yang akan dibentuk diikat oleh
subunit ribosom yang berukuran lebih kecil, diikuti oleh inisiasi asam amino
yang diikat oleh tRNA-nya membentuk suatu kompleks
inisiasi. tRNA asam amino penginisiasi ini berpasangan dengan triplet
nukleutida spesfik atau kodon pada mRNA yang menyandi permulaan rantai
polipeptida. Dalam proses ini memerlukan guanosin trifosfat (GTP),
dilangsungkan oleh tiga protein sitosol spesifik yang dinamakan faktor inisiasi.
Inisiasi
pada prokariotik memerlukan : (1) subunits 30S, yang mengandung RNA ribosomal
16S, (2) mRNA penyandi polipeptida yang akan dibentuk (3) N- formilmetionil- tRNAfmet pemula (4) serangkaian tiga
protein yang dinamakan faktor inisiasi (IF-1, IF-2, dan IF-3), (5) GTP.
Pembentukan kompleks inisiasi terjadi dalam tiga tahap.
Tahap pertama, subunit
ribisom 30S mengikat faktor inisiasi 3 (IF-3), yang mencegah bergabungnya
subunit 30S dan 50S, sehingga kodon pemula pada mRNA [(5’)AUG(3’)] mengikat
lokasi khusus pada subunit 30S oleh isyarat
pemula khusus pada mRNA yang terletak pasa sisi 5’ kodon AUG.
Tahap kedua,
kompleks subunit 30S, IF-3 dan mRNA membentuk kompleks yang lebih besar dengan
mengikat protein pengawal IF-2yang telah mengandung GTP terikat dan N- formilmetionol-
tRNAfmet pengawal, yang ditempatkan dengan tepat pada kodon
pengawal.
Tahap ketiga, kompleks berukuran besar bergabung dengan subunit
ribosomal 50S dan dengan bersamaan dengan itu, molekul GTP yang terikat dengan
IF-2 dihidrolisis menjadi GDP dan fosfat yang segera dibebaskan. IF-3 dan IF-2
juga terlepas dari ribosom. Sekarang didapatkan ribososm 70S fungsional, yang
dinamakan kompleks inisiasi yang mengadung mRNA dan N-formilmetionil t-RNAfmet
pada keseluruhan kompleks 70Sini dijamin oleh dua titik pengenal dan
perlekatan.
Pada titik pengenalan antikodon triplet pada aminoasil –tRNA pemula
berpasanga basa secara antiparalel dengan triplet kodon AUG didalam mRNA. Titik
perlekatan kedua aminoasi-tRNA pemula
ini adalah pada sisi P ribosom. Ribosom mempunyai dua tempat untuk mengikat
aminoasil-tRNA, tempat aminoasil atau
tempat A, dan tempat peptidil atau tempat P.
Masing- masing merupakan rangkaian subunit 50S dan 30S dalam posisi spesifik.
Tahap 3 : Pemanjangan
Rantai
polipeptida diperpanjang oleh pengikatan kovalen unit asam amino
berturut-turut, masing-masing diangkut menuju ribosom dan diletakkan ke
tempatnya secara benar oleh tRNA masing-masing, yang berpasangan dengan
kodonnya pada molekul RNA pembawa pesan. Pemanjangan digiatkan oleh protein
sitosol yang dinamakan faktor pemanjangan. Energi yang diperlukan untuk
mengikat setiap aminoasil t-RNA yang datang dan untuk pergerakan ribosom
disepanjang RNA pembawa pesan satu kodon diperoleh dari hidrolisis dua molekul
GTP bagi setiap residu yang ditambahkan ke polipeptida yang sedang tumbuh.
Terdapat 3 faktor penunjang yaitu Tu, Ts, dan G.
Tahapannya,
pertama, aminoasil-tRNA diikat oleh kompleks faktor penunjang Tu, yang mengandung
molekul GTP terikat yang kemudian akan berikatan dengan kompleks inisiasi 70S,
bersamaam dengan itu GTP terhidrolisis dan kompleks Tu-GDP dibebaskan dari
ribosom 70S. kompleks Tu-GTP dibentuk kembali dari kompleks Tu-GDP oleh semua
faktor Ts dan GTP. Aminoasil-tRNA yang baru terbentuk tersebut akan terikat
pada tempat aminoasil atau tempat A. tahap kedua, ikatan peptida
yang baru terbentuk diantara asam amino yang tRNA-nya terletak pada tempat A
dan P pada ribosom yang terjadi melalui pemindahan gugus asil N-formilmetionion
pemula dari tRNA-nya ke gugus amino asam amino yang baru memasuki tempat A,
dengan dikatalisis oleh peptidil
transferase.
Terbentuk di peptidil tRNA pada tempa A dan sekarang tRNAfmet
pemula yang telah “kosong” terikat pada tempat P. tahap ketiga, ribososm
bergerak di sepanjang mRNA menuju ujung 3’-nya melampaui jarak satu kodon.
Pergrakan ribosom menggeser dipeptidil tRNA dari tempat A ke tempat P, karena
dipeptidil tRNA masih terikat pada kodon kedua mRNA dan menyebabkan pelepasan
tRNA semula pada tempat A dan kodon kedua pada tempat P.
Pergeseran ytersebut
dinamakan tahap translokasi yang
memerlukan faktor perpanjangan G dan juga hidrolisis molekul GTP (sebagai
sumber energi) lainnya secara bersamaan . Perubahab tersebut menggerakkan ribososn kekodon berikutnya
menuju ujung 3’ mRNA. Pada setiap penambahan residu asam amino, rantai
polipeptida selalu tetap terikat pada tRNA asam amino terakhir yang masuk.
Tahap 4 : Terminasi
dan pembebasan
Terminasi
polipeptida didisyaratkan oleh satu diantara tiga triplet terminasi (UAA, UAG,
dan UGA) dimana triplet tersebut tidak menyandi asam amino manapun. Sekali
ribosom mencapai kodon terminasi, ada
tiga faktor pengakhir (terminasi) atau faktor pembebas, yaitu protein R1,
R2, dan S, yang kemudian turut menyebabkan (1) penguraian hidrolitik
polipeptida dari ujung tRNA terakhir dan melepaskannya dalam bebtuk bebas, (2)
pelepasan tRNA terakhir yang sekarang kosong dari tempat P, dan (3) dissosiasi
ribosom 70S menjadi subunit 30S dan 50S nya siap untuk memulai rantai
polipeptida yang baru.
Tahap 5 : pelipatan
dan pengolahan
Untuk
memperoleh bentuk aktifnya secara biologis, polipeptida harus mengalami
pelipatan menjadi konfirmasi tiga dimensi yang benar. Sebelum dan sesudah
pelipatan, polipeptida baru dapat mengalami pengolahan oleh kerja enzimatik
untuk melepaskan asam amino penginisiasi, dan mengikat gugus fosfat, metil,
karboksil atau gugus lain pada residu asam amino tertentu, atau untuk mengikat
gugus oligosakarida atau gugus prostetik. Perubahan yang terjadi tersebut
dinamakan modifikasi pasca translasi, dimana pengolahannya bergantung pada
proteinnya.
Modifikasi terminal
amino dan terminal karboksil, semua polipeptida dimulai dengan residu N-formilmetionin pada
prokariotik dan metionin pada eukariota. Namun gugus formil, residu metionin
pemuka, dan kadang satu atau lebih residu berikutnya dapat dibebaskan oleh
kerja spesifik dan oleh karena itu tidak muncul pada protein bentuk akhir. Pada
beberapa protein , gugus amino pada residu terminal amino mengalami asetilasi
setelah transkripsi, pada protein lain residu terminal karboksil dapat
dimodifikasi.
Terlepasnya urutan
pemberi isyarat,
beberapa protein dibuat dengan urutan ekstra polipeptida, yang terdiri dari 15
sampai 30 residu pada ujung terminal amino, untuk mengarahkan protein sampai
tujuan , didalam sel urutan pengisyarat
akan dibebaskan oleh peptidase spesifik.
Fosforilasi Asam Amino
Hidroksi, gugus
hidroksil residu serin, treonin, dan tirosin beberapa protein mengalami
fosforilasi secara enzimatik oleh ATP, menghasilkan residu fosfoserin,
fosfotreonin, dan fosfotirosin (gugus fosfat yang berikatan pada polipeptida
ini bermuatan negatif). Fosforilasi residu tirosin spesifik beberapa protein
ternyata merupakan tahap penting di dalam transformasi sel normal menjadi sel
kanker.
Reaksi karboksilasi, gugus karboksil tambahan dapat
ditambahkan kepada residu asam aspartat dan glutamat beberapa protein.
Metilasi gugus R, pada beberapa protein, residu lisin
tertentu mengalami metilasi enzimatik. Residu monometil dan metilisin terdapat
pada beberapa protein otot dan sitikrom c. pada protein lain, gugs karboksilat
beberapa residu glutamat mengalami metilasi, yang membebaskan muatan
negatifnya.
Pengikatan Rantai Sisi
Karbohidrat, pada
beberapa glikoprotein, rantai sisi karbohidrat diikat secara enzimatis pada
residu asparagin, pada glikoprotein lain diikat pada residu serin dan treonin.
Contoh, ptoteoglikan yang melapisi mambran mukosa, mengandung rantai sisi
oligosakarida.
Penambahan Gugus
Prostetik, banyak
enzim mengandung gugus prostetik yang terikat secara kovalen yang penting bagi
aktivitasnya. Gugus prostetik ini juga diikat pada rantai polipeptida setelah
protein meninggalkan ribosom.contohnya, molekul biotin yang terikat secara
kovalen pada asetil KoA karboksilase dan gugus heme sitokrom c.
Pembentukan Jembatan Sulfida, beberapa protein yang dikeluarkan dari sel
eukaryotik setelah mengalami pelipatan spontan menjadi konformasi seutuhnya,
terikat menyilang secara kovalen oleh pembentukan gugus disulfida secara
enzimatis dari residu sistein didalam satu rantai polipeptida atau diantara dau
rantai. Jembatan yang terbentuk dengan cara ini membantu melindungi konformasi
lipatan asal molekul protein dari denaturasi.
Struktur protein
Suatu asam amino-α
terdiri atas:
1.
Atom C α. Disebut α karena bersebelahan dengan gugus karboksil
(asam).
2.
Atom H yang terikat pada atom C α.
3.
Gugus karboksil yang terikat pada atom C α.
4.
Gugus amino yang terikat pada atom C α.
5.
Gugus R yang juga terikat pada atom C α.
Ada 4 tingkat struktur protein yaitu
struktur primer, struktur sekunder, struktur tersier dan struktur
kuartener.
1.Struktur primer
Struktur primer adalah urutan asam-asam amino yang membentuk rantai polipeptida. Struktur primer protein bisa ditentukan dengan beberapa metode: (1) hidrolisis protein dengan asam kuat (misalnya, 6N HCl.
2.Struktur
sekunder
protein bersifat reguler, pola lipatan berulang dari rangka protein.
Pada struktur Struktur sekunder
sekunder, protein sudah
mengalami interaksi intermolekul, melalui rantai samping asam amino. Analisa
defraksi sinar-X merupakan cara yang baik untuk mempelajari struktur sekunder
protein serabut.
Kekuatan
yang menstabilkan struktur protein
Beberapa
interaksi nonkovalen yang secara individual lemah, namun secara numerik cukup
kuat menstabilkan konformasi protein. Kekuatan ini mencakup iktan hidrogen,
interaksi hidrofobik, interaksi elektrostatik dan kekuatan van der Walls.
Ikatan hidrogen
Residu
dengan gugus polar R umumnya terdapat pada permukaan protein globuler, dimana
residu tersebut membentuk ikatan hidrogen terutama dengan molekul air. Di
bagian lain, residu aminoasil pada tulang punggung membentuk ikatan hidrogen antara satu dgn
yang lain.
Interaksi hidrofobik
Interaksi
ini meliputi gugus nonpolar R pada residu aminoasil yang dalam protein globular
thipikal berada dalam bagian interior protein. Pembentukan interaksi ini
digerakkan secara entropis. Keseluruhan bentuk yang sferis kasar mengurangi
daerah permukaan.
Konsentrasi residu nonpolar dalam bagian interor protein
menirinkan jumlah residu permukaan dan memaksimalkan peluang bagi lapisan tipis
molekul air permukaaan untuk membentuk ikatan hidrogen antara satu dengan yang
lainnya yaitu suatu proses yang berkaitan dengan peningkatan entropi. Berkebalikan,
lingkungan nonpolar membran biologik
lebih memberikan peluang bagi residu permukaaan yang hidrofobik yang gugus
nonpolar R nya berpartisipasi dalam interaksi
Interaksi elektrostatik
Interaksi
elektrostatik atau ikatan garam dibentuk antar gugus yang muatannya berlawanan
seperti gugus terminal amino dan karboksil pada peptida dan gugus R bermuatan
pada residu polar aminoasil. Gugus polar spesifik yang melakukan fungsi biologis
yang esensial dapat terletak dalam celah yang menembus bagian interior protein.
Karena residu polar dapat pula berpartisipasi dalam interaksi ionik, maka
keberadaan garam seperti KCL dapat menurunkan secara bermakna interaksi ionik
antar residu permukaan.
Interaksi van der Walls
Kekuatan van der Wall bersifat sangat lemah serta bekerja
hanya pada jarak yang amat pendek mencakup komponen yang menarik dan yang
menolak. Kekuatan yang menarik (attractive force) meliputi interaksi antar
sifat bipoler yang terbentuk oleh fluktuasi monomer distribusi elektron pada
atom didekatnya. Kekuatan yang menolak (repulsive pulse) turut berperan ketika
dua buah atom datang begitu dekat sehingga orbit elektronnya saling tumpang
tindih. Jarak dimana kekuatan yang menarik bekerja maksimal dan kekuatan yang
menolak minimal disebut jarak kontak van der Walls.
Ikatan yang membentuk
struktur ini, didominasi oleh ikatan hidrogen antar rantai samping yang
membentuk pola tertentu bergantung pada orientasi ikatan hidrogennya. Dua pola
terbanyak adalah alpha helix dan beta sheet . b-sheet itu sendiri ada yang
paralel dan juga ada yang anti-paralel, bergantung pada orientasi kedua rantai
polipeptida yang membentuk struktur sekunder tersebut. Struktur sekunder bisa ditentukan dengan menggunakan
spektroskopi circular dichroism (CD) dan Fourier Transform Infra Red
(FTIR).
Spektrum CD dari puntiran-alfa menunjukkan dua
absorbans negatif pada 208 dan 220 nm dan lempeng-beta menunjukkan satu puncak
negatif sekitar 210-216 nm. Estimasi dari komposisi struktur sekunder dari
protein bisa dikalkulasi dari spektrum CD. Pada spektrum FTIR, pita amida-I
dari puntiran-alfa berbeda dibandingkan dengan pita amida-I dari lempeng-beta.
Jadi, komposisi struktur sekunder dari protein juga bisa diestimasi dari
spektrum inframerah.
3. Struktur
tersier
Struktur tersier
terbentuk karena terjadinya perlipatan (folding) rantai α-helix, konformasi β,
maupun gulungan rambang suatu polipeptida, membentuk globular, yang struktur
tiga dimensiny lebih rumit daripada protein tersebut. Interaksi intra molekuler
seperti ikatan hidrogen, ikatan ion, van der Waals, hidropobik turut menentukan
orientasi struktur 3 dimensi dari protein. Beberapa protein telah dapat
ditentukan struktur tersiernya, misalnya hemoglobin, mioglobin, lisozim,
ribonulease dan kimo tripsinogen. Sebagai contoh, struktur tersier enzim sering
padat, berbentuk globule.
Struktur
tersier dari protein enzim triosa fosfat isomerase (TPI)
4. Struktur
kuartener
Beberapa protein
tersusun atas lebih dari satu rantai polipeptida. Struktur kuartener
menggambarkan subunit-subunit yang berbeda dipak bersama-sama membentuk
struktur protein. Beberapa molekul
protein dapat berinteraksi secara fisik tanpa ikatan
kovalen membentuk oligomer
yang stabil (misalnya dimer, trimer, atau kuartomer) dan membentuk struktur
kuartener. Kemantapan struktur kuartener suatu protein
oligomer disebabkan oleh interaksi dan ikatan non-kovalen yang lemah antara
masing-masing sub bagiannya.
Kemampuan untuk berhimpun diri daripada beberapa
sub bagian ini merupakan ciri struktur kuartener suatu protein oligomer. Sebagian besar protein oligomer
mengalami disidiasi pada pH tinggi atau rendah, juga bila ditempatkan dalam
larutan urea atau garam berkonsentrasi tinggi. Dalam proses denaturasi ini,
protein oligomer mengalami dua proses bertingkat, yaitu :
1.
Disosiasirantai polipeptida yang satu
dengan yang lainnya
2.
Merenggangnya satuan rantai polipeptida
Struktur hemoglobin yang merupakan struktur
kuartener protein
Struktur protein dapat diketahui dengan kristalografi sinar-X
atau pun spektroskopi NMR.
Namun, kedua metode tersebut sangat memakan waktu dan relatif mahal. Sementara
itu, metode sekuensing protein relatif lebih
mudah mengungkapkan sekuens asam amino protein. Prediksi struktur protein berusaha meramalkan
struktur tiga dimensi protein berdasarkan atas sekuens asam aminonya. Dengan
perkataan lain, prediksi tersebut meramalkan struktur sekunder dan struktur
tersier berdasarkan atas struktur primer protein.
Metode prediksi struktur protein
yang ada saat ini dapat dikategorikan ke dalam dua kelompok, yaitu metode pemodelan
protein komparatif dan metode pemodelan de novo. Pemodelan protein
komparatif (comparative protein modelling) meramalkan struktur suatu
protein berdasarkan atas struktur protein lain yang telah diketahui. Salah satu
penerapan metode ini adalah homology modelling, yaitu prediksi struktur
tersier protein berdasarkan atas kesamaan struktur primer protein. Pemodelan
homologi didasarkan atas teori bahwa dua protein yang homolog memiliki struktur yang
sangat mirip satu sama lain.
Pada metode ini, struktur suatu
protein yang disebut dengan protein target, ditentukan berdasarkan atas
struktur protein lain atau protein templet, yang telah diketahui dan memiliki
kemiripan sekuens dengan protein target tersebut. Selain itu, penerapan lain
pemodelan komparatif ialah protein threading yang didasarkan atas
kemiripan struktur tanpa kemiripan sekuens primer. Latar belakang protein
threading ialah bahwa struktur protein lebih dikonservasi daripada sekuens
protein selama evolusi; daerah-daerah yang penting bagi fungsi protein
dipertahankan strukturnya. Pada pendekatan ini, struktur yang paling kompatibel
untuk suatu sekuens asam amino dipilih dari semua jenis struktur tiga dimensi
protein yang ada. Metode-metode yang tergolong dalam protein threading
berusaha menentukan tingkat kompatibilitas tersebut.
Struktur
protein dapat ditentukan dari sekuens primernya tanpa membandingkan dengan
struktur protein lain berdasarkan pendekatan de novo atau ab initio.
Terdapat banyak kemungkinan dalam pendekatan ini, misalnya dengan menirukan
proses pelipatan (folding) protein dari sekuens primernya menjadi
struktur tersiernya (misalnya dengan simulasi dinamika molekular), atau
dengan optimisasi global fungsi energi protein. Prosedur-prosedur ini cenderung
membutuhkan proses komputasi yang intens sehingga saat ini hanya digunakan
dalam menentukan struktur protein-protein kecil.
Mutu protein dinilai dari
perbandungan asam-asam amino (penyusun protein) yang menyusunnya. Sampai kini
dikenal 24 jenis asam amino, terdiri dari 10 asam amino esensial dan 14 asam
amino non-esensial. Asam amino esensial yakni asam amino yang tidak dapat
dibuat sendiri oleh tubuh kita, dan harus diperoleh dari makanan. Ke-10 asam
amino itu adalah lisin, leusin, isoleusin, treonin, metionin, valin, fenilalanin,
histidin, dan arginin. Arginin tidak esensial bagi anak-anak dan orang dewasa,
tapi berguna bagi pertumbuhan bayi. Histidin esensial bagi anak-anak tetapi
tidak esensial bagi orang dewasa.
Diketahui, asam amino ke 21 disebut selenosistein (jarang
ditemukan) Terdapat di beberapa enzim seperti gluthatione peroxidase. Selenenosistein
mempunyai kode genetik UGA (biasa
untuk stop kodon) dan terjadi pd mRNA dengan
struktur 2nd yg banyak.
Asam amino non polar. Memiliki gugus R alifatik. Glisin, alanin,
valin, leusin, isoleusin dan prolin. Bersifat hidrofobik. Umum terdapat pada protein yang
berinteraksi dengan lipid.
Asam amino polar. Memiliki gugus R yang tidak bermuatan,
misalnya Serin
, threonin, sistein, metionin, asparagin, glutamin. Bersifat hidrofilik ( mudah larut dalam air). Cenderung terdapat di bagian luar protein.
Asam
amino dengan gugus R aromatik. Terdiri
atas Fenilalanin, tirosin dan triptofan. Bersifat
relatif non polar (hidrofobik). Fenilalanin bersama dgn V, L & I merupakan
asam amino paling hidrofobik. Beberapa asam amino, khususnya triptophan menyerap sinar UVdengan panjang
gelombang yang tinggi (250-290nm). Meskipun relatif jarang ditemukan dalam
sebagian besar protein, triptophan dengan sifatnya itu memberikan kontribusi
yang besar pada kemampuan sebagai protein besar untuk menyerap cahaya pada
regio 280nm sehingga sering
digunakan untuk menentukan kadar protein.
Gugus
R bermuatan pada asam amino yang bersifat asam dan alkalis mempunyai peranan
penting untuk menstabilkan bentuk protein spesifik lewat pembentukan ikatan
garam. Asan amino bergugus R positif
atau negatif memiliki fungsi
dalam sistem "pemancaran muatan" yang mentransmisikan muatan listrik
lewat jarak yang cukup jauh pada saat terjadi katalis enzimatik.
Asam amino dengan gugus R bermuatan positif, terdiri
atas Lisin, arginin, dan histidin. Mempunyai gugus yg bersifat basa pada rantai
sampingnya. Bersifat polar (terletak di permukaan protein dapat mengikat air). Histidin
mempunyai muatan mendekati netral (pd gugus imidazol) dibanding lisin (gugus
amino) dan arginin (gugus guanidino). Karena histidin dapat terionisasi pada pH
mendekati pH fisioligis, sering berperan dalam reaksi ensimatis yang melibatkan
pertukaran proton.
Asam
amino dengan gugus R bermuatan negatif, terdiri atas Aspartat dan glutamat. Mempunyai gugus karboksil
pada rantai sampingnya sehingga bermuatan (-) / acid pada pH 7.
Asam amino non standar. Merupakan asam amino diluar 20 macam asam Amino
standar yang terjadi karena modifikasi yang terjadi setelah suatu asam amino
standar menjadi protein. Kurang
lebih 300 asam amino non standar dijumpai pada sel. Misalnya (1)
modifikasi serin yang mengalami fosforilasi oleh protein kinase. (2) modifikasi
prolin dalam proses modifikasi posttranslasi, oleh prokolagen
prolin hidroksilase. Ditemukan pada kolgen untuk menstabilkan struktur. (3)
Modifikasi lisin, terdapat di kolagen dan miosin (protein kontraksi pd
otot) dan berperan untuk sisi terikatnya
polisakarida.
Klasifikasi Protein didasarkan Fungsi Biologisnya
- Enzim
Enzim merupakan golongan protein besar dan paling
penting. Pada jasad hidup yang berbeda terdapat berbagai macam enzim yang
berbeda pula. Molekul enzim biasanya
berbentuk bulat (globular), sebagian terdiri atas satu rantai polipeptida dan
sebagian lagi terdiri lebih dari satu polipeptida. Contoh enzim : ribonuklease,
suatu enzim yang mengkatalisa hidrolisis RNA; sitokrom, berperan dalam proses
pemindahan elektron; tripsin, katalisator pemutus ikatan peptida tertentu dalam
polipeptida.
- Protein pembangun
Protein pembangun berfungsi sebagai unsur pembentuk
struktur. Beberapa contoh misalnya: protein pembungkus virus, merupakan
selubung pada kromosoma; glikoprotein, merupakan komponon membran sel;
α-keratin, terdapat dalm kulit, bulu ayam dan kuku; sklerotin, terdapat dalam
rangka luar insekta; fibroin, terdapat dalam kokon ulat sutera; kolagen ,
merupakan serabut dalam jaringan penyambung; elastin, terdapat pada jaringan
penyambung yang elastis (ikat sendi) mukoprotein, terdapat dalam sekresi mukosa
(lendir).
- Protein kontraktil
Protein kontrakstil merupakan golongan protein yang
berperan dalam proses gerak. Contohnya miosin, merupakan unsur filamen tak
bergerak dalam miofibril; aktin, merupakan unsur filamen yang bergerak dalam
miofibril; dinein, terdapat dalam rambut getar dan flagel.
- Protein pengangkut
Protein pengangkut mempunyai kemampuan mengikat
molekul mengikat molekul tertentu dan melakukan pengangkutan berbagai macam zat
melalui aliran darah. Contohnya, hemoglobin, terdiri atas gugus senyawa heme
yang mengandung besi terikat pada protein globin, berfungsi sebagai alat
pengangkut oksigen dalam darah vertebrata; hemosianin, berfungsi sebagai alat
pengangkut oksigen dalam darah beberapa macam invertebrata; mioglobin, sebagai
alat pengangkut oksigen dalam jaringan otot; serum albumin, sebagai alat
pengangkut asam lemak dalam darah; β-lipoprotein, sebagai alat pengangkut lipid
dalam darah; seruloplasmin, sebagai alat pengangkut ion tembagadalam darah.
- Protein Hormon
Seperti enzim, hormon juga termasuk protein yang
aktif, sebagai contoh misalnya: insulin, berfungsi mengatur metabolisme
glukosa, hormon adrenokortikotrop, berperan pengatur sintesis kortikosteroid;
hormon pertumbuhan, berperan menstimulasi pertumbuhan tulang.
- Protein bersifat racun
Beberapa protein bersifat racun terhadap hewan kelas
tinggi, misalnya: racun dari closridium botulinun, menyebabkan keracunan bahan
makanan; racun ular, suatu protein enzim yang menyebabkan terhidrolisisnya
fosfogliserida yang terdapat dalam membran sel; risin, protein racun dari
beras.
- Protein pelindung
Umumnya terdapat dalam darah vertebrata. Contohnya:
antibodi merupakan protein yang hanya dibentuk jika ada antigen (protein asing);
fibrinogen, merupakan sumber pembentuk fibrin dalam proses pembekuan darah;
trombin, merupakan komponen dalam mekanisme pembekuan darah.
- Protein cadangan
Protein cadangan disimpan untuk berbagai proses
metabolisme dalam tubuh. Misalnyaovalbumin, merupakan protein susu; feritin.
Merupakan tempat cadangan mbesi dalam limpa; zein, merupakan protein dalam biji
jagung.
Contoh kasus akibat kekurangan dan
kelainan struktur protein
Sindrom Muka Bengkak
Kekurangan
protein dalam jangka lama bisa mengganggu berbagai proses dalam tubuh dan
menurunkan daya tahan terhadap penyakit. Berbagai penelitian menunjukkan, bayi
yang berberat lahir rendah biasanya berasal dari ibu hamil yang tidak
mengongsumsi cukup protein selama hamil. Ibu hamil perlu mengonsumsi cukup
protein sepanjang kehamilan, khususnya pada trimester kedua dan ketiga, saat
pertumbuhan janin paling pesat dan payudara serta organ-organ lain ibu menjadi
lebih besar untuk mengakomodasi kebutuhan janin yang makin besar.
Kekurangan
protein pada anak dapat menyebabkan gangguan pertumbuhan, yang bila berlanjut
parah bisa menyebabkan kuashiorkor. Anak penderita kuashuiorkor akan
apatis, kurang nafsu makan, rewel, dan wajahnya bengkak akibat adanya edema
(penumpukan cairan dalam sel-sel tubuh). Sedangkan bila kekurangan protein itu
disertai kurangnya kalori, anak bisa menderita marasmus, yakni tubuh
tinggal tulang dan kulit, muka menjadi tua.
Protein Prion
sebagi penyebab penyakit Sapi Gila
Pada awalnya, para ilmuan sangat sukar memahami bagaimana mungkin protein bisa menjadi desease agent dan dapat diturunkan. Hasil penelitian menunjukan bahwa protein ini lebih tahan terhadap serangan protease dibanding protein biasa.
Protease adalah suatu enzim yang berfungsi untuk mengurai protein. Penelitian lain juga mendapati bahwa saat DNAase dan RNAase dimasukan ke dalam sistem, aktivitas prion tidak menurun, tetapi saat dimasukan protease aktivitasnya menurun. Dari sini para ilmuan lalu menyimpulkan bahwa prion tidak memiliki DNA ataupun RNA.
Dari hasil penelitian, diketahui bahwa gen yang mengkode prion terdapat disetiap organisme hidup yang menjadi inang untuk berkembangnya prion. Gen tersebut dikenal sebagai PrP. Tetapi, saat gen ini diekspresikan dan proteinnya di injeksikan ke dalam tubuh tikus percobaan, tidak dideteksi adanya penyakit. Dari hasil ini, para ahli biokimia memprediksi adanya struktur lain diluar struktur protein PrP normal, yang menyebabkan penyakit.
Hasil studi kristalografi dengan menggunakan sinar X ditemukan adanya dua struktur protein PrP yang berbeda. Pada protein PrP normal, semua struktur sekundernya adalah alpha-heliks, sedangkan pada PrP yang menyebabkan penyakit, terdapat perubahan struktur pada daerah tertentu dari a-heliks menjadi b-sheet. Dari hasil studi ini diduga perubahan a-heliks menjadi beta-sheet inilah yang menyebabkan protein ini menjadi desease agent. Protein yang menyebabkan penyakit sapi gila ini kemudian dinamai Scrapie PrP. Hasil penelitian menunjukkan bahwa, sekali scrapie PrP terbentuk ia akan.
menginduksi
perubahan struktur dari protein PrP normal untuk menjadi Scrapie PrP.
Belakangan
diketahui bahwa scrapie PrP terbentuk dari konversi PrP normal di dalam neuron.
Scrapie PrP yang terbentuk terakumulasi di dalam lisosom. Di dalam otak lisosom
yang telah dipenuhi oleh Scrapie PrP ini kemudian pecah dan merusak sel. Sel
yang telah mati akibat pecahnya lisosom ini akan membentuk lobang-lobang dalam
otak, prionnya akan dikeluar dan menyerang sel yang lain. Inilah yang terjadi
pada penyakit sapi gila di Inggris dan di Jepang baru baru ini. Sapi-sapi
tersebut sebelumnya diberi makanan olahan yang berasal dari daging domba.
Sumber prion ini diduga berasal dari daging domba tersebut.
Hasil penelitian mutakhir menyebutkan bahwa prion ternyata
dapat memiliki berberapa konformasi selain scrapie PrP tergantung organismanya.
Scrapie untuk domba, TME (transmissible mink encephalopathy)
untuk mink, CWD (chronic wasting disease) untuk muledeer dan elk, BSE
(bovine spongiform encephalopathy) untuk sapi. Setiap konformasi memiliki efek
penyakit yang lain. Inilah salah satu keajaiban dari peran protein yang hampir
tidak mungkin dilakukan oleh molekul lain.
KEPUSTAKAAN
Lehninger, Albert L,. 1982. Principles of Biochemistry, penerjemaah Dr. Ir. Maggy Thenawijaya, Institut Pertanian Bogor, penerbit
Erlangga.
Murray RK, Granner DK, Mayes PA, Rodwell VW, 2003, Biokimia Harper, Edisi XXV, Penerjemah Hartono Andry, Jakarta: EGC
Stryer L, 1996,
Biokimia, Edisi IV, Penerjemah: Sadikin dkk (Tim Penerjemah Bagian Biokimia FKUI), Jakarta: EGC
Wirahadikusumah, muhammad. 1989. BIOKIMIA. Protein, enzim & asam nukleat. -Bandung : Penerbit ITB
www.biology.arizona.edu\biochemistry\biochemistry.html, 2003, The Biology Project- Biochemistry, Edisi: 28 Januari 2003
www.google.co.id\keajaiban.protein\molekulbiomilenium.php. Rukman
Hertadi, Graduate School of Bioscience and Biotechnology,
Tokyo Institute of Technology, Japan.
No comments:
Post a Comment